Dilema Huawei di Indonesia: Produk Mahal, Merek Murah

12.40

WolipopDetik.Xyz, Shenzhen: Jika Anda punya dana Rp10 jutaan untuk membeli ponsel, merek apakah yang pertama kali muncul di kepala Anda?

Bahkan sebelum melihat produknya sekalipun, saya hanya memikirkan Apple dan Samsung. Dan itu adalah hal lumrah karena mayoritas konsumen di seluruh dunia memang menyenangi kedua merek yang mendominasi pasar ponsel tersebut. Bagaimana dengan Huawei?

Dilema Huawei di Indonesia: Produk Mahal, Merek Murah
Dilema Huawei di Indonesia: Produk Mahal, Merek Murah (Video Source : metrotvnews.com)
Bagi konsumen di Indonesia, Huawei lebih dikenal sebagai merek ponsel murah yang dulu dipasarkan operator semacam Esia. Huawei tak terlalu terkenal karena fokus bisnis mereka di Indonesia awalnya lebih banyak ke sektor enterprise, khususnya perangkat jaringan telekomunikasi.

Padahal, sejak tahun lalu, Huawei telah menyodok ke posisi 3 sebagai produsen ponsel terbesar dunia dengan pangsa pasar 7,4 persen, menurut International Data Corporation (IDC). Mereka menutup tahun 2015 dengan pengiriman ponsel –sebagian besar keluar Tiongkok - sebanyak 106,6 juta unit, jauh di atas Lenovo dan Xiaomi.

Baca :
  1. Informasi Terbaru Seputar Teknologi Mutakhir (DetikInet)
  2. Jasa Projek Skripsi & KP Murah (PastiIn Bimbel)

Walau demikian, Huawei belum puas. Mereka berambisi menyaingi Apple dan Samsung bermodalkan teknologi dan strategi yang kuat. Sebagai informasi, perusahaan yang berbasis di Shenzhen, Tiongkok, ini adalah satu dari sedikit produsen ponsel –di luar Apple dan Samsung - yang merancang sendiri chipset ponsel mereka. Hal ini memungkinkan karena Huawei mengembangkan bisnisnya dengan dukungan riset dan pengembangan yang kuat.

Salah satu pasar yang menjadi fokus garapan Huawei adalah Indonesia, yang kini didominasi Samsung. Menurut Ellen Anggerani Gunawan, Marketing Director of Huawei Consumer Business Group, pangsa pasar mereka di Indonesia pada Q1 2016 baru sekitar 2 persen, di bawah Oppo, ASUS, Advan, Evercoss dan lain - lain.

“Tahun ini target kami 5 persen, tahun depan 10 persen,” katanya kepada WolipopDetik.Xyz di Shenzhen, pekan lalu.

Huawei menyadari, walau potensinya sangat besar, pasar Indonesia cukup menantang. Salah satunya tantangan yang harus mereka atasi adalah pasar yang bersifat terbuka (open market). Artinya, produsen menjual langsung produknya kepada konsumen, bukan melalui operator telekomunikasi sebagaimana di Amerika Serikat atau Eropa.

Model bisnis semacam ini juga berbeda jauh dengan business to business yang biasa dilakukan Huawei di Indonesia karena melibatkan lebih banyak pihak dengan bermacam - macam karakter di tiap daerah. Misalnya, distributor utama dan diler - diler kecil. Mereka juga harus membangun pusat servis di banyak tempat.

Direktur Servis Huawei Indonesia Erwin Setiawan, Mei lalu, mengatakan, pihakya telah membangun 27 pusat servis di 26 kota di Indonesia. Tentu saja, jumlah itu masih jauh dari cukup. Ellen mengatakan, Huawei juga sedang membangun rantai sales hingga ke tingkat kabupaten di Indonesia.

Di luar masalah sales dan marketing, Huawei tak lupa merilis produk - produk premium, yang menurut mereka, mampu dengan produk utama para pesaingnya. Dalam acara Huawei Consumer Business Group 2016 Southern Pacific Conference yang berlangsung 4 - 6 Mei 2016 di Bali, Huawei mengumumkan ponsel unggulan terbarunya, Huawei P9 yang mengandalkan kamera sebagai fitur utama. Untuk mengangkat citra P9, Huawei bekerjasama dengan produsen kamera ternama, Leica.

“Produk seperti P9 bisa berkompetisi dengan produk premium mana pun di pasar,” kata Colin Giles, Executive Vice President of Emerging Consumer Business Group di Huawei kepada sejumlah media dari Indonesia di Shenzhen.

Harganya lebih terjangkau, tetapi performa yang Anda dapatkan akan sama dengan produk yang diklasifikasikan sebagai produk premium.”

Khusus untuk pasar Indonesia, kata Colin, Huawei akan menawarkan produk dari kelas bawah sampai atas. Mengapa mereka ngotot menawarkan produk premium yang sangat didominasi Apple dan Samsung?

“Kami yakin, supaya bisa bertahan dalam jangka panjang di industri ini, Anda harus menawarkan produk premium. Anda tak bisa muncul sebagai produsen (produk) murah dan bertahan dalam waktu lama,” ujarnya.



Colin menyadari, agar produk premium semacam P9 bisa bersaing di Indonesia, mereka harus berjuang keras untuk mengubah persepsi konsumen bahwa merek Huawei tak identik dengan ponsel murah. Itu artinya, mereka harus menggarap program marketing secara lebih serius dan menggelontorkan dana yang cukup agar orang merasa “cool” saat menggunakan produk Huawei.

“Situasi ini seperti telur dan ayam, apakah Anda membangun merek atau produk?” katanya. “(Mengubah persepsi terhadap) merek akan membutuhkan waktu, jadi kami hadir dengan produk (premium). Kami juga berinvestasi di merek, dan akan segera mengejar ketertinggalan.”

Dengan kata lain, Huawei meyakini, agar bisa bertahan di pasar ponsel, mereka harus terus berinovasi sembari memperkuat merek. Colin mengingatkan, sebelum Apple dan Samsung berjaya seperti sekarang, ada era di mana orang merasa “cool” ketika menggunakan ponsel Motorola dan Nokia.

“Artinya, ada peluang masuk ke industri ini jika Anda bisa menghadirkan inovasi, produk berkualitas tinggi, dan Anda bisa membangun merek,” kata Colin.

Salah satu wujud nyata Huawei untuk memperkuat citra mereknya adalah dengan menggandeng selebritas Hollywood, dan kemungkinan besar juga akan menunjuk brand ambassador di Indonesia. 

Sumber : http://teknologi.metrotvnews.com/read/2016/07/25/559831/dilema-huawei-di-indonesia-produk-mahal-merek-murah

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images